Salam semuanya,
Tulisan ini saya buat sekitar satu minggu lebih setelah pengumuman sukses beasiswa Australia Award Indonesia tahun 2016 (untuk mulai studi tahun 2017). Saya telah berhasil meraih beasiswa ini dua kali yakni pada tahun 2010 untuk Master saya (S2), dan tahun 2017 untuk PhD (S3) saya. Saya merasa sangat bersyukur dan merasa perlu membagikan pengalaman saya agar apa yang saya dapatkan bisa membantu memotivasi teman-teman pencari beasiswa lain.
Seperti yang kita ketahui, beasiswa Australia Award Indonesia (dulu Australia Award Scholarship, dulunya lagi juga Australia Development Scholarship/ ADS) merupakan beasiswa internasional bergensi yang disediakan oleh pemerintah Australia bagi orang-orang di Indonesia yang memiliki concern terhadap pembangunan Indonesia. Setiap tahun, banyak sekali peminat beasiswa ini, hingga mencapai 3000-4000 lebih aplikasi. Tahun 2016 ini, beasiswa ini menerima sekitar 3300 an aplikasi dan hanya 300 an diantaranya yang lolos. Jumlah tersebut terlihat banyak, namun proses mendapatkannya yang tidak mudah. Dari jumlah penerima beasiswa, 85% disediakan bagi beasiswa S2 (master) dan hanya 15% disediakan untuk PhD (s3). Yang menjadi tidak mudah adalah, AAI menerapkan sistem kuota, yakni mereka yang masuk dalam GFA (Geographic Focus Area) dan Targeted institutions, artinya ada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia yang mendapat prioritas dan porsi lebih (tahun ini misalnya Aceh, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur), dan institusi-institusi pemerintahan pusat (kementrian) dsb. Tapi ini bisa berubah per tahun tergantung kebijakan mereka.
Nah, baru sisanya diperebutkan secara bebas bertarung darah (hehehe lebay) oleh peminat non targeted/ open baik dari PNS maupun Swasta. Untuk S3 hanya terbuka bagi staf pendidikan tinggi, institusi riset, dan kandidat dengan posisi senior yang membutuhkan riset dalam pekerjaannya (detail bisa dilihat disini). Nah bisa dibayangkan persaingan yang sungguh tidak mudah.
Lalu bagaimana pengalaman saya mendapatkan baik S2 maupun S3 dari beasiswa ini?Proses yang cukup melelahkan dan membutuhkan kesabaran dan ketelitian diawali dari proses aplikasi sendiri. Menurut saya kedua pengalaman ini ada yang sama, ada juga yang berbeda. Pada tahun 2009, saya keterima ADS setelah dua kali mencoba (2006, 2007) dan gagal. Ada yang berbeda yang saya lakukan ketika tahun gagal, yakni rupanya saya mengirimkan sertifikat TOEFL Prediction yang ternyata tidak boleh. Waktu itu saya kurang teliti dalam membaca dan memahami ketentuan beasiswa. Tahun 2009 pun sebenarnya saya terpanggil wawancara Fulbright, namun tidak lolos ke tahap selanjutnya. Bisa jadi karena saya lupa aplikasi saya (hahaha) karena selang beberapa bulan antara mengirim dokumen dan wawancara, dan pada waktu itu saya sangat sibuk jadi antara panggilan interview dan interview sendiri hanya jeda 1 minggu (saya tidak siap). Belajar dari situ, ketika pada tahun yang sama (selisih beberapa bulan saja) saya dipanggil wawancara ADS, maka persiapan saya jauh lebih matang dan akibatnya lebih tenang.
Ketika pada akhirnya keterima tahun 2009 ada beberapa hal penting yang saya lakukan yakni peningkatan kualitas individu dan profesionalisme secara umum serta tentunya persiapan yang jauh lebih matang. Jadi, langkah paling pertama yang kita lakukan adalah memastikan lolos administrasi dulu diawali dari aplikasi tertulis kita:
- Memahami syarat dan ketentuan beasiswa, termasuk eligibilitas kita (kita layak masuk yang mana). Pastikan juga kita gunakan pengalaman profesional dan personal kita untuk bukti eligibilitas kita (jadi bukan instan).
- Menyediakan dokumen pendukung juga harus sesuai dan lengkap SESUAI yang diminta, jika kita diminta legalisir ya legalisir, jika diminta TOEFL institusional ya siapkan yang institusional. Jika ada persyaratan dokumen yang konflik (misal di handbook beda dengan di AAI country profile), ikuti aja yang Indonesia (kalau handbook berlakuknya seluruh dunia). Contoh -> saya menggunakan foto kopi KTP (tanpa legalisir dan tidak saya terjemahkan) karena di AAI Indonesia Country Profile nya cuma minta copy KTP atau Paspor. Ini contoh, pastinya dilihat per tahun ya, bisa jadi beda.
- Memastikan deadline/ tenggat waktu aplikasi, usahakan tidak mepet
- Perhatikan juga untuk melengkapi dokumen jauh-jauh hari biar nggak ada kejutan dan kaget pas mau deadline. Untuk Indonesia biasanya ada additional information page, pada tahun saya bentuknya dokumen yang diupload, tahun ini kayanya bentuknya aplikasi online juga. Jadi mohon diperhatikan kondisi tambahan (saya nggak bisa ngecek per tahun). Untuk pelamar PNS biasanya ada lembar persetujuan atasan (sesuai ketentuannya) yang perlu di TTD dan di stempel.
- Memperhatikan profil/ karakter yang dicari oleh penerima beasiswa (karena setiap skema beasiswa berbeda), dan pastikan kita menyiapkan diri sesuai dengan kriteria penilaian yang diminta.
- Memastikan aplikasi kita to the point dan menjawab semua pertanyaan dan komponen pernyataan yang diminta, karena aplikasi dalam bahasa Inggris akan lebih baik kalau ada orang lain yang melakukan proof reading/ pengecekan (sebaiknya orang yang mengenal kita, profesi dan kegiatan yang kita lakukan).
- Dalam menjawab isi form, sebaiknya singkat, padat, to the point tetapi holistik. Tidak mengawang (terlalu tinggi), jadi ada visi, tetapi membumi (masuk akal)
Nah, pengalaman tahun ini (2016) saya sedikit berbeda, terasa lebih smooth dan yakin. Mengapa? karena saya sudah berusaha menyiapkan diri beberapa tahun (4 tahun sejak kembali S2). Jadi saya menyiapkan diri, personal dan profesional, untuk dapat bersaing dimata pemberi beasiswa. Selain itu, saya juga berusaha memahami kriteria yang dicari oleh mereka. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan membaca Australia Awards Scholarships Handbook yang ada di website AAI. Spesifik untuk kandidat PhD, mereka akan meminta kita menyiapkan proposal riset dan mendapatkan rekomendasi dari 2 supervisor thesis S2 kita. Selain itu, mereka meminta kita menghubungi profesor di Australia yang akan menjadi potensial supervisor kita. TIDAK perlu LoA terlebih dahulu (enak dan hemat, hehehe).
Disini saya merasa bahwa menjalin network (kebetulan saya dengan profesor dan supervisor saya ketika di UQ) sangat penting. Saya sempat mengkonsultasikan proposal riset saya kepada mantan supervisor yang juga menjadi calon supervisor S3 saya dan mendapatkan masukan yang luar biasa. Namun, harus diingat, karena skemanya adalah untuk pembangunan, perlu diperhatikan bahwa riset keilmuan kita (yang pasti penting) dapat dikontekstualisasikan dalam area pembangunan yang mereka prioritaskan (area-areanya lihat disini). Menurut saya itu yang sulit, karena kalau bagi kandidat PhD, yang kita “pitch kan” adalah bagaimana menghubungkan riset spesifik bidang ilmu kita ke dalam prioritas penyedia beasiswa. Don’t worry, kalau keterima nanti dibanting lagi (hehe maksudnya di tempa) menjadi basic filosofis riset/ filsafat di PhD extension training dan kembali lagi ke riset generik/ umum/ keilmuan.
Tahun 2016 ini saya merasa form aplikasi yang diisi lebih sederhana dan mudah (online form) dibandingkan tahun 2009 yang masih nulis pakai tangan dan buanyaaak. Namun, pastikan kita menyimpan copy form yang akan disubmit secara online bersama dengan dokumen-dokumen untuk persiapan ketika kita dipanggil untuk wawancara.Kebetulan saya waktu itu lalai jadi tidak saya simpan (untung masih ingat).
Jika kita sudah mengumpulkan form, langkah berikut yang kita lakukan adalah menunggu seleksi administrasi. Pengalaman saya tahun 2009 dan 2016 berbeda karena sepertinya sejak tahun ini, deadline pengumpulan dipercepat (kalau nggak salah dulu September, sekarang akhir April). Akibatnya, proses pun dipercepat. Jika kita lolos tahap 1 (shortlisted), kita akan dikirimi email notifikasi waktu dan lokasi tes tahap 2. Tahun 2016 ini yang berhasil lolos shortlisted adalah sekitar 600 orang. Tahun 2016 ini email notifikasi dikirimkanpada pertengahan bulan Juli (pasca lebaran) untuk tes IELTS akhir Juli dan JST Interview awal Agustus. Kalau kita mendaftar S2 maka kita bisa memilih lokasi tes terdekat (saya dulu di Surabaya). Namun untuk pelamar S3, para kandidat akan melakukan tes IELTS dan tes JST interview di Jakarta. Waktu kedua tes bisa mepet (biasanya yang wilayahnya jauh dari ibu kota; atau agak jauh – saya selang 1 minggu). Persiapan lebih bagi pelamar S3 adalah bahwa kita harus menyiapkan presentasi riset selama wawancara bersama 2 akademisi Australia dan 2 akademisi Indonesia. Kalau saya kemarin fokus utama adalah menyiapkan presentasi (10 menit) yang dilakukan dalam bahasa Inggris, dan menyiapkan diri sebaik mungkin.
Ada satu pengalaman dari saya yang mungkin bisa menjadi tips adalah ketahuilah bahwa JST interview bukanlah tes, namun kesempatan bagi para interviewer untuk mengenal kita, kompetensi akademik dan profesional kita, kemung kinan kita sukses studi di Australia, kapasitas kepemimpinan kita (kriteria2 kandidat dari AAS Handbook). Menurut saya, mereka bukan mencari seseorang yang pintar saja, tapi orang yang mampu membuat perubahan (definisi leader -> bisa dilihat dari tulisan saya yang lain di blog ini, ehm ehm promosi). Nilai plus adalah bagi mereka yang dirasa mampu membangun networking untuk kepentingan Indonesia-Australia.
Pengalaman saya ikut JST Interview tidak seseram yang banyak diceritakan. Mungkin karena saya tahu bahwa ini bukan tes, jadi kalau mereka merasa saya orang yang sesuai ya Alhamdulillah, kalau bukan, ya bukan berarti saya salah (tidak mengenai salah benar). Jika fokus wawancara S2 saya dulu (dengan 1 orang akademisi Australia dan 1 orang Indonesia) adalah mengenai pilihan studi dan bagaimana link pilihan studi dengan pembangunan, fokus wawancara S3 (dengan 2 akademisi Australia dan 2 akademisi Indonesia) ini lebih kepada riset kita, dan bagaimana kita mengaplikasikannya setelah selesai studi. Saran saya adalah menjadi diri sendiri, menunjukkan sisi positif kita tanpa harus lebay. Maksud saya adalah kadang kita bersikap keras pada diri sendiri dan merasa bahwa kita tidak pernah melakukan suatu perubahan atau melakukan sesuatu yang penting, atau kita bukan siapa-siapa, atau karir kita begitu-begitu saja namun menurut saya penting bagi kita untuk mengenal diri kita dengan lebih baik, dan memperkenalkan sisi positif diri kita kepada pewawancara (sesuai dengan pertanyaan yang mereka ajukan). Karena sesuatu yang mungkin kita anggap remeh atau dianggap remeh oleh orang lain, bisa jadi merupakan hal yang bisa dianggap baik dan menunjukkan kalau kita adalah agen perubahan. Wawancara ini berlangsung kurang lebih 60 menit bagi kandidat PhD, bagi calon master saya lupa, mungkin sekitar 20 atau 30 menit.
Nah, dari para peserta yang diwawancara, semua akan diranking dan dipilih sejumlah tertentu sesuai dengan kuota yang memenuhi kriteria penilaian. Prinsip yang mereka gunakan adalah kesetaraan dan penyebaran merata di Indonesia, serta kualitas (mereka menyebutnya prinsip equality and merit) coba cek di Handbook. Jadi jika ada 10 orang dari daerah/ provinsi kita, bisa jadi tidak semua dari kita akan lolos. Ingat juga prioritas area sama organisasi. Penyandang disabilitas sangat disarankan untuk mendaftar. Pemerintah Australia berusaha inclusive baik berbasis gender, disabilitas, atau wilayah pembangunan (sesuatu yang perlu kita contoh banget ya).
Setelah selesai wawancara inilah bagian paling menegangkan, karena kita hanya bisa menunggu dan berdoa. Pengalaman saya, sebelum menerima email pengumuman, saya sudah dikirimi CD informasi mengenai universitas-universitas di Australia pada akhir Agustus (sekitar tgl 25) yang tentunya membuat harap-harap cemas karena tidak ada pengantar apapun. Namun, syukur alhamdulillah akhirnya tanggal 6 September datanglah email notifikasi yang sangat diharapkan. Dan jangan takut karena notifikasi ini datangnya tidak bersamaan. Kalaupun gagal, jangan menyerah, jaman ini banyak pemberi beasiswa yang mungkin lebih sesuai dengan kita. Kalau tahun ini belum berhasil, coba lagi tahun depan (saya dengar ada yang baru berhasil setelah 15 kali masukkan formulir, mungkin ketahanannya / reslience yang diberi nilai plus sama AAI).

Siapa yang tidak ingin menjadi bagian dari sandstone university macam ini? Silakan pilih2 uni2 yang bagus banyak kok di australia (kalau bisa 100 besar / 1 persen uni terbaik di dunia ya…)
Kalau sudah keterima maka kita akan dijadwalkan mengikuti Pre-Departure Training (PDT) dan ini wajib. Lokasinya bisa di IALF Jakarta atau IALF Bali. Durasinya tergantung hasil tes IELTS kita, antara 6weeks-9 months + 2 week PhD extension training (khusus PhD). Biasanya kita nggak bisa milih lokasi karena tergantung kuota dan kelas (meski case by case basis juga). PDT ini dimulai 2 minggu setelah pengumuman (bagi 6 weekers, yang nggak usah tes IELTS lagi soalnya nilai uda cukup masuk uni di Australia) (AAAHH!!! abandon everything hahaha) dan bagi yang lain bisa antara 3-minggu hingga beberapa bulan setelah pengumuman. Alhamdulillah saya 2 x PDTdapat paling cepat 6 minggu (total 7 minggu sih), nggak usah tes IELTS lagi karena uda cukup, dan dapat di BALI. Yay!!
Ehehe pengalaman saya di IALF Bali 2010 dan 2016 sama-sama enaknya. Dibandingkan dengan pengalaman wawancara dan tes IELTS di IALF Jakarta, IALF Bali terasa lebih luas, lega, fasilitas jauh lebih lengkap, dan dekat dengan pantai dan lainnya (kalau mau minggu bersantai lebih enak). Dan kualitas pengajarannya juga bagus (I mean saya disana dua kali dan sama-sama seneng hehehe). Lingkungan sekitar juga lebih murah kan. Oiya, sekedar info untuk ibu yang perlu memerah ASI juga tinggal minta aja ruangan ketika pembukaan (sangat humanis kok), nanti disediakan ruangan khusus. Bagi yang perlu informasi akomodasi di sekitar IALF Bali/ daerah Sesetan, bisa juga menge-mail/ menelepon resepsionis sebelum berangkat PDT. Disana juga ada informasi soal penyewaan motor (being in Denpasar, public transport is quite tough).
Konten PDT ada dua yakni EAP+Cross culture dan persiapan keberangkatan. Dalam EAP kita dididik untuk berpikir kritis, menulis essay akademik (biasanya ini jadi tantangan sendiri bagi mahasiswa asing, termasuk mahasiswa Indonesia yang belum pernah mendapat persiapan ini; untuk academic writing saya post juga disini), dan berdiskusi akademik juga. Kalau sudah selesai EAP, anak Master bisa pulang dan menunggu keberangkatan, sementara kandidat PhD lanjut 2 minggu dengan profesor dari Indonesia dan Australia. Top lah mereka ini dalam menggembleng kita. Jadi habis naik (karena merasa berhasil dapat beasiswa) lalu jleng lagi hehehehe. Baru kemudian kita berangkat (saya tuliskan di post yang lain). Ingat sebelum masuk kuliah/ riset, mahasiswa AAS wajib juga ikut Introductory Academic Program di universitas masing-masing. Jadi pembekalan kita sangat kuat sekali, dan menurut pengalaman, efeknya sangat bagus sekali ketika kita kuliah dan riset.
Begitulah pengalaman saya dalam penerimaan beasiswa Australia Award untuk program S2 dan S3, semoga bermanfaat bagi para laskar beasiswa yang sedang berjuang. Semoga kesuksesan ada di tangan kita semua.
Nongkojajar, 11 September 2016
halo mbak,
Saya Dwi dari Semarang. Sedang proses pendaftaran beasiswa AAS Master degree. Saya ingin tanya :
1. Ijasah yang harus diupload untuk secondary itu cukup yang dari SMA saja atau dengan SMP ?
2. Ada trik spesial mungkin mbak dalam pengisian application form supaya kita memperoleh nilai lebih di mata reviewer ?
3. Ijasah dan dokumen yang ditranslate oleh sworn translator dan distempel oleh sworn translator apakah masih perlu legalisasi dari notaris ?
Terimakasih mbak…:)
halo.
1. Ijazah secondary? saya kok belum pernah memberikan ijazah secondary (SMA/SMP). Apa mbak mungkin maksudnya post-secondary? (setelah lulus SMA)
2. Triknya ya yang saya uraikan diatas tersebut. Intinya padat, menjawab langsung dengan argumentatif dan disertakan bukti-bukti, holistik/ komprehensif tapi padat
3. Kalau tulisannya kan gini
Must be certified by:
The official records department of the institution that originally issued the document/s; or
Notary
Jadi yang boleh legalisir adalah lembaga penerbit dokumen ATAU notaris.
Kalau ijazah saya dulu karena kebetulan berbahasa Inggris (ijazah S2) dan ada versi terjemahan asli dari kampus (S1) maka yang melegalisir ya kampus. Saya belum pernah menerjemahkan ijazah di sworn translator sih, tapi mbak kalau mau aman ya mending di legalisir lagi sama lembaga penerbit atau notaris.
Kalau dokumen lain (misal akte) punya saya cukup dengan sworn translator (saya nggak tahu kalau kebijakan ini berubah sebaiknya mengecek di website langsung).
Dear mbak Fitri,
Terimaksih atas reply nya mbak. Berarti yang perlu diupload ijasah dan transkrip Diploma dan S-1 ya mbak ?
salah persepsi saya. Hehe…
Sekali lagi terimakasih mbak..
Selamat sore mbak, saya sedang mencoba melamar AAS untuk program Master tahun ini, apakah blh saya meminta contoh CV mbak?
trims
CV saya Template nya generic saja seperti CV pada umumnya. info pribadi, pendidikan, experiences, Achievements, other activities
Salam Bu
Terima kasih atas informasinya, saya sudah membaca secara mendalam terkait Australia Awards Handbook Policy namun ada konten yang belum saya pahami dengan baik dan dituliskan
(point 2.6.2)
“Generally scholarships will not be available for courses of study in Australia where the applicant already has achieved that qualification and the qualification is deemed to be equivalent to the Australian qualification at the same level”
Kira kira qualification yang dimaksud apa ya Bu?
Saya kebetulan sudah mempunyai gelas master di bidang pendidikan matematika, namun karna tuntutan pekerjaan dan voluntary, saya berharap bisa apply untuk master di bidang leadership and managerial education, apakah berdasar ketentuan di handbook, itu memungkinkan ya Bu?
Thanks
1. Kualifikasi sejajar, misal sudah punya master tapi apply master lagi
2. Case by case basis, ada juga yang bisa,tergantung argumen. Asalkan dijelaskan dengan jujur kalau sudah punya kualifikasi tersebut. Kalau ditutupi termasuk Fraud (kebohongan)
Selamat siang, mbak.
Terima kasih atas tulisan yg informatif dan menginspirasi. Saat ini sy sedang melengkapi berkas utk mendaftar AAI. Bolehkah sy meminta bantuan mbak ulisproofrea tulisan.Terima kasih.
salam kenal mbak
saya ingin menanyakan bebrapa dokumen yang harus di upload
1. employeror nominating authority statement
2. letter of offer
3. list of publications
masudnya dokumen yang mana ya itu…makasih mbak
1. Untuk pns, bisa di download di additional information page for Australia Award Indonesia, di ttd oleh yang berwenang (ada ketentuannya)
2. Kalau sudah punya surat penerimaan dari uni
3. Kalau sudah punya publikasi (misal di jurnal atau artikel populer)
Selamat malam, mbak/bu Fitri.
Terimakasih atas jawaban pertanyaan saya sebelumnya. Akhirnya ktp saya urus di kantor capil, sedangkan toefl dan akte terjemahan saya legalisir di notaris.
Untuk referee report dosen saya mengisi kolom position title dengan gelar doktor.
Apakah demikian yang dimaksud ataukah jabatan akademis semacam lektor? Atau jabatan struktural seperti wakil ketua?
Untuk penulisnya apakah harus diketik atau boleh tulis tangan, mbak?
Trimakasih mbak,
Maaf banyak tanya..
Semoga Tuhan memberkati.
Iya kayanya memang gelar resmi akademik misal Dr. Dulu karena referee saya dari LN semua nggak ada lektornya kan hehe (jadi professor atau associate professor).Kalau saya kemarin keduanya di ketik.
Dear Mb Fitri,
Saya sedang dalam proses pengisian aplikasi beasiswa AAI. Saya mau menanyakan tentang ketentuan certified documents, apabila saya tidak memiliki ijasah dalam bahasa Inggris dari kampus, apakah saya cukup meng-upload fotocopy ijasah yg telah di legalisir kampus namun msh dalam bahasa Indonesia, atau ijasah terlegalisir yang telah ditejemahkan. Terimakasih atas infonya mbak
kayanya yang wajib yang ijazah legalisir indonesia. Optional kalau sudah ada yang diterjemahkan. Yang optional ini wajib diberikan kalau memang keterima
Dear mbak fitri,
Mau tanya ttg certified document. Apakah kalau untuk KTP dan birth certificate bsa dicertify dengan sworn translator saja atau memang harus ke notaris? Karena kalau begitu, notaris harus translate dan certified sekaligus? Mohon infonya, terima kasih banyak.
hmmm ktp tidak saya terjemahkan.
Dear mbak Fitri,
Halo lagi mbak Fitri…
maaf mbak, saya mau tanya lagi. Saya sudah klik submit di website OASIS. sudah muncul summary and document nya. Yang saya tanyakan tahapan apa lagi yang harus saya lakukan mbak ? Terimakasih atas jawabannya.
wah saya lupa, ikuti saja prosedurnya
Halo Mbak Fitri,
Mohon informasi seputar pendaftaran AAS. Saya mencoba mendaftar AAS untuk program S3.
1. Apakah rekomendasi harus dari 2 orang supervisor S2 karena waktu S2, supervisor tesis saya hanya 1
2. Saya telah submit melalui OASIS. Apakah tanda bahwa submit saya telah sukses ? summary sudah muncul tetapi status : submitted (pending document processing)
terima kasih
1. Saya juga 1 mas, namun 1 nya saya ambil dari dosen kolega pembimbing saya S2 yang juga dosen saya di 2 mata kuliah, dan bersama saya sempat menerbikan jurnal bareng
2. Wah lupa, yang penting uda lengkap dan submit aja mas